Senin, 01 Desember 2008

Jambi Tetap Biasa-biasa Saja, Negeri Tanpa Respon Seperti Biasanya

Hari Pahlawan, Esekusi Amrozi Cs, Krisis Global, Obama Jadi Presiden Amerika, dan BBM Akan Turun

Sepekan terakhir, serententan peristiwa besar terjadi dan meronai wajah dunia dan negara ini. kehebohan dimulai ketika berita telah terjadi krisis ekonomi global atau dunia yang melanda beberapa negaran bahkan negara super power seperti Amerika menyebar begitu cepat ke seantero dunia.

YUPNICAL SAKETI, KOTA JAMBI

Lalu pesta demokrasi Amerika Serikat yang telah berhasil mengukir sejarah dengan mengantarkan seorang senator Barak Obama. Seorang warga keturunan Afro-Amerika yang sempat tinggal dan tumbuh besar di Indonesia yang juga sampai hari ini masihlah ibu pertiwi dari Jambi ini.
Kota ini tetap saja seperti biasanya, diam tanpa respon apalagi reaksi. Seakan yang melintas di layar teve yang tengah ditontonnya itu hanyalah angin lalu yang kalah menarik dari tayangan sinetron picisan yang dibintangi remaja-remaja ABG yang cantik dan ganteng.
Selanjutnya adalah hiruk pikuk bangsa ini menyongsong eksekusi mati tiga terpidana mati Bom Bali Amrozi, Muklas dan Imam Samudera, yang eksekusinya sendiri sudah dilakukan pukul 00.05 wib dini hari kemarin.
Kota ini masih saja diam, tanpa reaksi seakan kematian di tiang eksekusi itu samasekali tidak meninggalkan pelajaran yang cukup berharga bagi peri kehidupan mereka baik secara pribadi apalagi dalam peri kehidupan yang lebih luas yakni dalam bermasyarakat dan bernegara.
Seakan tak ada satu pun dari publik Jambi yang peduli apa yang menimpa ketiga orang yang mengaku Mujahidin, yang muslim saja biasa saja, apalagi meeka yang non muslim. Padahal pada saat yang sama di hampir setiap kota di negeri khatulistiwa ini berbagai ritme dan irama respon dan reaksi bermunculan. Aparat disiagakan penuh, rumah-rumah tempat ibadah dan pusat-pusat keramaian dijaga intensif, publik bereaksi meski bukan dalam takaran emosional apalagi anarkis. Yang jelas semua menunjukkan kepeduliaanya atas sesama. Sesama muslim, sesama manusia, dan sesama penduduk bumi.
Lalu tak kalah riuhnya adalah perihal kabar berita tentang rencana pemerintah untuk menurunkan harga Bahan Bakar Minyak (BbM) jenis premium alias bensin, yang kabar terakhirnya akan mulai berlaku per 1 Desember mendatang, Jambi masih tetap biasa saja. Tampil santai dengan raut wajah minus reaksi.
Berbeda ketika akan dinaikkannya beberapa bulan lalu, publik sampai memacetkan bahkan melumpuhkan mobilisasi kota beradat Jambi ini karena antrian yang terpusat dan tersendat di SPBU-SPBU. Sekarang ketika akan turun, samasekali tak terlihat ada gejolak. Si pengusaha pemilik SPBU, hanya beralibi, naik apalagi turun, takkan cukup membuat keberadaan mereka berubah jadi lebih untung.
Publik yang jadi konsumen beralasan dalam nada meremehkan, “Ah, apolah artinyo turun cuman Rp 500 perak, masih tetap mahal jugo lah, cubo sekali-kali kayak di Brunei, minyak gratis, baru bantu kito para rakyat namonyo,”
Lalu, respon yang sama didapati ketika kemarin bangsa ini merayakan Hari Pahlawan yang jatuh setiap tanggal 10 November itu. Di kota ini tetap seperti tanpa reaksi. Air muka masyarakatnya tetap seperti biasanya, kosong tanpa kesan dan bahkan mungkin tanpa perasaan. Kalau pun dipaksa untuk menjawab tanya; “hari apa ini” mereka tetap saja santai menjawab; “Tak tahu”. Wah...wah... Apa mereka samasekali tidak pernah menyadari kalau keberadaan mereka hari ini dikarenakan peristiwa di 10 November itu. Entahlah.
Semua seperti sudah teramat sangat apatis di kota ini. Sudah teramat susah mendapati ada orang yang peduli dengan sekelilingnya saat ini. Ya, memang ada yang bilang begitulah adanya karekternya orang-orang Jambi ini sedari dulu.
Mereka adalah orang-orang yang teamat tidak suka mencampuri urusan orang lain. Mereka baru akan bereaksi meradang kalau kepentingan mereka mulai terganggu. Dan di sini adalah negeri dimana masyarakatnya orang-orang hidup, berpikir, dan bekerja hanya untuk dirinya sendiri.
Tapi sungguh aneh rasanya tidak terlihat ada sedikitpun respon atau tanggapan publik negeri dan kota yang mau tidak mau adalah juga merupakan bagian dari sebuah dunia yang disebut bumi ini, dan bagian anggota dari kehidupan masyarakat dalam sebuah negara yang disebut Indonesia ini.
Semua berlangsung biasa-biasa saja, berjalan dan lewat begitu saja di depan batang hidung pulbik Jambi yang sepertinya cuek bebek dan masa bodoh. Mungkin pameonya, biar pun dunia akan meledak saat ini juga, asal tidak menyentuh diri ini, tak lah mngapa. Wah...wah.
Kalau mencari apa di sini ada respon atau reaksi, cobalah lihat ke bentuk budaya-budaya pop apa yang tengah ngeterend. Di situ baru akan didapati. Kalau ada suatu produk budaya pop yang lagi ngeterend pasti lah banyak sekali pengikutnya di sini. Tidak saja apa yang jadi trend di dunia remaja, di kalangan dewasa bahkan orang tua pun punya trendnya sendiri. kalau remaja keranjingan mengikuti trend fasyen dan eforia massa, kalangan para orang tua malah tertular gaya hidup ngepop semuanya. Sibuk menghias diri, memadati rumah dengan barang-barang koleksi pribadi, terlibat aktif disetiap kongkow sesamanya, dan lain sebagainya.
Untungnya, Jambi ini masih mau turut hanyut dalam reaksi yang emosional atas fenomena mboomingnya film Lasykar Cinta di bioskop-bioskop 21. Hanya itu setetes pelipur lara di tengah kehidupan yang gersang dan kota yang merangas seperti Jambi ini.
Tentu semua pihak harus kembali menatap dan menata ke hati dan sanubarinya sendiri merespon dan lalu bereaksi atas semua yang terjadi di sekelilingnya mulai kini. Termasuk dalam merespon dan bereaksi atas tulisan yang mungkin saja nyelekit menusuk peranakan ini. itu kalau kita masih mau menjadi manusia Jambi yang peduli. Tidak lagi sebatas peduli pada periuk nasi sendiri.
Ya, setidaknya menunjukkan kepedulian dengan tidak langsung membuang leaflet atau selebaran yang dibagi para pendemo yang dijumpai beraksi unjuk rasa di perempatan jalan. Toh untuk berdemo seperti para aktivis itu mungkin tidak bisa dilakukan, minimal pedulilah pada selebaran yang berisi suara yang sebenarnya juga menyuarakan isi hati kita itu.
Semoga ke depan Jambi akan lebih berhati, bertaji sebesar baji, meski tak melulu harus berkopiah haji, toh amal sebesar biji zaroh pun akan bisa mengantarkan umatnya masyuk syurga. Semoga.***

0 komentar: