Minggu, 21 Desember 2008

Mojang Modern yang Makin Anggun Dibalut Busana Kampung

Yang Bisa Dipetik dari Bogor Sebagai Oleh-oleh untuk Jambi (3)

Dua kuntum sudah bebunggaan telah kami rangkai dari Bogor dan persembahkan sebagai oleh-oleh untuk anda semua pembaca setia. Puas yang sudah tercicip ternyata malah semakin membuat dahaga jiwa-jiwa Jambi yang lapa, hingganya kemarin di sebuah kantor pemerintah Posmetro Jambi terang-terangan ditagih pembacanya yang minta diberi kembang gula berikutnya. Dia begitu yakin pasti kuntum ketiga yang akan diberikan akan jauh lebih ranum lagi. Baiklah, kini kami persembahkan kepada anda kuntum ter-ranum.

YUPNICAL SAKETI, KOTA JAMBI

Kalau di dua edisi sebelumnya yang kami suguhkan masih seputar benda yang kaku, maka kali ini kami sajikan sesuatu yang bisa membuat hidup lebih hidup. Kami sajikan makluk hidup, bernyawa, punya hasrat dan kehendak.

Inilah tentang manusianya, yang menghuni sebuah kota kabupaten yang kelasnya setara dengan ibu kota provinsi seperti Jambi ini. Tentang manusia Bogor, tentang gadis-gadis yang mendiami rumah-rumah tua bersahaja di kota yang senantiasa basah itu.
Mungkin diilustrasikan dalam bahasa puitis begitu hayalan anda semua jadi langsung memabukkan rabu. Terbayang gadis di kota yang senantiasa basah, tubuh sintal pualam itu pun pastilah akan setiap saat terlihat basah.

Wajah bersih basah, rambut panjang lurus basah, bibir merekah basah leher jenjang yang basah, lalu pasti berbusana yang sepertinya selalu basah, wow siapa dia tidak mabuk minta mati, alamaaak.

Tapi rupayanya anda harus menahan selera dulu. Karena mereka yang akan kami ceritakan ini tidaklah seperti gadis yang ada dalam hayalan anda yang liar itu. pasalnya, ini Bogor bung, bukannya Jambi. di Bogor teramat berbeda dengan di Jambi. gadisnya memang cantik-cantik tapi mereka semua adalah sosok kaum hawa yang pintas dan cerdas mematut diri, menjaga kehormatan.

Ya, mungkin karena di Jambi anda tidak pernah kesulitan untuk bisa menikmati lawan jenis anda dengan segenap keindahan sensualitasnya yang kian hari kian terbuka saja, sampai-sampai berbusana lengkappun sudah terlihat seperti telanjang. Body dibungkus ketat, model terkini, regging, pencil, tayet.
Atau yang serba mini rok mini, celana short yang teramat short ketat dan sampai ke selangkanan, kaos tank top, you can see, singlet dan lain sebagainya. Bahkan sampai ke model yang serba terbuka, vulgar.

Paha putih mulus seperti susu terbuka sampai pangkal selangkangan bisa dijumpai dimana-mana. Wajah inosen polesan yang begitu merangsang ada di mana saja. Cewek nunggin dibonceng naik motor adalah hal biasa.

Rambut lurus di rebonding berparfum menyengat lalu dikibar-kibarkan laksana bendera perang ketika mereka naik motor tanpa helm, bibir sensual yang terlihat terus menantang, telah jadi barang pameran di pusat-pusat perbelanjaan, di pasar, di tempat hiburan dan rekreasi, di kantor-kantor.
Bahkan di kampus-kampus dan sekolah-sekolah. pendeknya, kalau sekedar untuk mencuci mata menghibur diri yang galau pergi saja ke luar rumah sejenak. Pasti semua risau akan langsung bablas. Itu di Jambi, bukan di bogor. Samasekali bukan.

Di bogor, jangan harap anda bisa menemui ada cewek bercelana ketat baju transparan melenggang di pusat perbelanjaan. Apalagi mau dapat lihat paha gempal kuning langsat yang terbuka. Di sana, jangankan gadis berambut rebonding, wanita berpakaian sedikit trendy saja tidak ada.

Mana ada cewek ber-tank top di sana, mana ada cewek bercelana pendek di sana. Mana ada. Toh rok sekolah saja tidak ada yang di atas lutut. Umumnya mereka memakai rok panjang model rok payung. Mana ada kata ‘seksi’ jadi pujian yang berseliweran bebas di udara seperti di Jambi di sana, mana ada.

Di sana para ceweknya begitu berbudaya dan teramat manut budaya negerinya. mereka adalah para mojang yang begitu anggun, karena senantiasa menjaga kehormatannya, menyembunyikan auratnya, selalu mematut diri, dan terus menerus menghormati adab serta takut pada azab. Sungguh mereka para mojang yang teramat anggun dengan kewanitaannya yang agung.

Meski selalu tampil biasa, jauh dari trendi seperti cewek-cewek kota pada umumnya. Mereka tetap jadi wanita seutuhnya, tetap mampu tampil sempurna, anggun dan berwibawa. Meski hanya busana ketinggalan zaman yang dikenakannya, ketinggalan kampung sebut para pendatang, tetap saja keayuan mereka terpancar begitu nyata, tanpa sedikitpun terkesan menggoda.

Bahkan pakaian yang mereka kenakan itu lebih pantaslah mungkin disebut hanya busana cewek kampung, tapi sungguh mereka bukan cewek kampungan, apalagi gampangan. Busana kampung yang tradisif tak pernah membuat nilai kepribadian mereka yang tangguh dan anggun jadi luntur.

Mereka tetap cantik meski tanpa fasyen trendi. Jadi jangan coba tanya dalam bahasa Inggris pada mereka, meski daalam angkot dalam bahasa Perancis, Jepang, Arab pun mereka bisa beri Jawab. Jangan tanya soal logaritma, tentang realitas dunia maya pun mereka mampu meretasnya.

Jangan pernah mimpi mau bisa lihat para cewek kongkow-kongkow tanpa makna tanpa guna. Di kafe atau warung, mereka pasti kerja di situ atau memang tengah mampir untuk makan. Di pertokoan mereka pasti SPG, amat jarang ada yang shoping, makanya mall-mall di kota itu lebih seringlah dijumpai sepi pengunjung ketimbang mall-mall yang ada di Jambi. buktinya di gerai-gerai dalam mall di situ amat jarang terlihat ada busana model terbaru terpanjang.

Kalau kebetulan di taman, amat jarang terlihat ada yang berpasang-pasangan dengan lawan jenis, pacaran. Kalau pun ada itu pasti mereka sudah suami istri, meski terlihat masih seperti cewek ABG.

Di sekolah mereka belajar dan benar-benar belajar, tak pernah terlihat ada yang bolos, buktinya saat jam sekolah tak pernah kami jumpai atau pernah terlihat ada anak berseragam sekolah berkeliaran di jalanan atau pusat-pusat pertokoan.

Lagian, di kota itu teamat jarang terlihat ada anak cewek yang mengendarai motor, apalagi anak pada usia sekolah atau cewek berseragam sekolah. jadi jangan mimpi bisa bertemu cewek nungging di atas motor seperti di Jambi di sana. Atau kalau anda cewek yang kebetulan berkesempatan berwisata ke sana, ingat coba sekali-kali bawa gaya di Jambi ke sana, bisa habis anda jadi sasaran kritik.

Sama dengan nasib yang diterima Djenar maesa Ayu, seorang novelis yang ternyata juga hadir pada helatan Kongres Budaya Indonesia di kota Bogor itu kala itu. Langsung jadi sorotan dan tatapan mata sinis serta kritikan maha pedas dari forum, bukan semata karena novelnya yang memang kontroversial dengan gaya berceritanya yang vulgar dan cabul, tapi lebih dikarenakan penampilan di forum dengan blus yang bagian dadanya terbuka lebar hingga hampir memamerkan utuh sepasang buah dada sang ‘sastrawangi’ yang berwarna putih susu saat itu.

Mata siapa tak terbelalak, kenjantanan siapa tak menggeliat, suhu di Bogor cukup dingin saat itu. “Kepada panitia ya, tolong janganlah anda menghadirkan pembicara seperti wanita yang ada di hadapan kami saat ini, sangat tidak membuat tenang kami,” rutuk seorang penanya saat itu.

Yap, benar seperti dugaan anda, salah satu faktor begitu berhati-hatinya para mojang Bogor dalam memilih busana memang dikarenakan cuaca di kota itu kurang bersahabat bagi mereka untuk buka-bukaan seperti di kota Jambi yang berhawa panas. Tapi itu hanyalah faktor lain, samasekali tidak bisa dijadikan alibi. Faktor yang paling penting berperan adalah faktor pola dan cara pikir positif yang memang telah menciri tumbuh dengan sendirinya di setiap sanubari putri Bogor sedari dulu. Kesetiaan mereka untuk menjaga nilai-nilai budaya positif warisan leluhurnya di masa lalu adalah faktor utama.

Amat berbeda dengan di Jambi, sedari dulu sepertinya memang sudah tidak punya filterisasi yang bisa mematut dan menjaga penampilan mereka di hadapan publik agar tetap bertata krama dan tampil jumawa. Pemahaman masnyarakat generasi Jambi terhadap nilai-nilai budaya, moral dan agama sepertinya memang tidak pernah terbina.
Makanya kini pemerintah merasa perlu dan butuh bantuan Perda APP. Di Bogor tidak ada Perda serupa itu. karena masyarakatnya sudah punya Perda sendiri-sendiri di dalam dirinya tentang ‘daerah-daerah’ yang ada pada tubuhnya.

Jadi, Jangan pernah coba bayangkan macam-macam ya terhadap cewek-cewek Bogor. Bogor samasekali bukan Jambi, yang sampai kini masih terus tenar dengan ‘Pucuk’-nya di ingatan para tamunya. Sedang Bogor juga terus tenar, tapi dengan ‘Puncak’nya, tak serupa tak sama.

Demikian, telah kami sajikan oleh-oleh sederhana untuk anda semua. Meski meungkin masih ada cerita tersisa, namun cukuplah kiranya apa yang ada. Sebab, kalau kami beri lebih dari ini, maka tak satupun lagi yang bisa kita nikmati dan resapi ‘arti’nya.

Kalau masih penasaran dan merasa tergoda, silakan anda datang dan berkunjung saja sendiri, ke kota kabut di tengah hutan itu secara langsung. Pasti anda akan dapati sendiri kuntum-kuntum makna tumbuh subur di situ. Anda pasti aka mabuk sendiri. Sekian dan, semoga ada guna ada makna pula. Sampai jumpa lagi.***

0 komentar: