Senin, 01 Desember 2008

Pelukis Jambi Minim Wawasan Miskin Ide


teks: Inilah salah satu pertunjukkan Happening Art yang dipersembahkan seniman Jambi pada acara seremoni pembukaan PLDPS di panggung terbuka TBJ

Jafar Rasuh: Perlu Digagas Survey Langsung ke Objek Khasanah Budaya yang Dimiliki Jambi

SUNGAIKAMBANG-Masih ada yang cukup mengganjal dan jadi pertanyaan setelah mengamati karya-karya dari 11 pelukis Jambi dengan 14 karyanya yang dinyatakan lolos seleksi tim Kurator dan dipamerkan di ruang Pameran Lukisan dan dialog Pelukis (PLDPS) XI di Taman Budaya Jambi (TBJ) tahun ini.

Adalah perihal terbacanya betapa masih begitu minimnya wawasan dan miskinnya ide atas objek yang dijadikan garapan oleh para pelukis Jambi peserta pameran tersebut. Padahal di sisi lain, dari segit teknis kemampun menggarap dan mengolah media atau bahan yang mereka miliki terbilang telah cukup matang.

Kegerahan itu pun akhirnya terakui dalam sesi jumpa pers yang digelar panitia di TBJ kemarin sore. Dikaui kalau jangakauan wawasan pelukis Jambi yang memang rata-rata tergolong masih muda usia itu belum terlalu menyentuh ke esensi dari keberagaman khazanah budaya yang dimiliki oleh Jambi.

Padahal tema yang diangkat panitia sendiri tahun ini adalah tentang ‘Sumatera Imaginable’ atau Sumatera itu sendiri dalam jangkauan wawasan dan ide sang pelukis. Sudah sangat mendukung dan memberikan peluang bagi pelukis untuk mengembangkan segala ide dan wawasannya mengenai lingkungannya sendiri tanpa harus lagi njelimet terkurung dalam bingkai-bingkai konvensional seperti aliran atau gaya lukisan.

Seperti dikatakan Dra Mualimah, Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Kadisbudpar) Provinsi Jambi, negeri ini memiliki khazanah budaya yang melimpah dan beragam, sebagai manifestasi dari kehidupan masyarakatnya yang majemuk dan pluralis. Sederhananya saja, Jambi memiliki empat Taman Nasional, tapi kenapa tak satupun ada yang terangkat ke dalam lukisan.

Itu belum lagi berbagai kekayaan alam dan budaya lainnya yang bak emas berlian yang masih dalam kubangan, yang terbentang dari Puncak tertinggi Gunung Kerinci di sebelah barat sampai ke debur ombak di pantai berpasir putih di Pulai Berhala sebelah timurnya. Kenapa hanya Kubu dan sedikit tengang Sungai Batanghari yang berhasil digoreskan pelukis Jambi dikanvasnya.

Menyikapi kondisi ini, sesepuh senirupa Jambi yang juga budayawan dan birokrat handal Drs Jafar Rasuh menilai untuk tahun-tahun berikutnya Jambi agaknya perlu merancang sebuah kegiatan yang bisa membuka mata dan mempertajam wawasan dari potensi muda yang dimilikinya saat ini.

“Mungkin ke depan, perlu digagas kegiatan survey langsung ke lapangan yang melibatkan para pelukis. Ya semacam jalan-jalan ke berbagai objek wisata dan budaya. Tentu saja dengan begitu si pelukis akan mendapatkan suasana dan nuansa lain dibandingkan dengan hanya membayangkannya saja atau Cuma melihat di foto, tentunya ini akan jauh lebih menyentuh, hinga berikutnya karya yang dihasilkannyapun akan jauh lebih tajam dan esensial lagi,’ ungkapnya kepada Posmetro Jambi.

Arti kata pelukis pun tidak cukup sebatas diam di studio untuk bisa menghasilkan karya yang esensial dan mampu berbicara. Mereka harus terlebih dahulu harus mampu berbicara langsung dengan objek yang akan dilukisnya. “Jangan sampai hanya bisa mengartikan Kubu dari penampilan fisiknya semata, sehari-hari hanya dengan cawat dan perempuan tanpa bra,” begitu selorohnya di hadapan sebuah lukisan yang dipamerkan di ruang pameran tersebut jelang magrib kemarin.(c@l)

0 komentar: