Senin, 01 Desember 2008

PLDPS, Pameran Karya atau Pameran Ukuran?

Juklak Jangan Kebiri Kemerdekaan Kreatif dan Kekang ‘Hak Azazi Lukisan’

Didapatinya ada beberapa karya yang teramat terpaksa ‘didiskualifikasi’ oleh kurator dan panitia hanya karena ukuran karya yang diluar batas maksimal yang ditentukan, rupanya menjadi cerita lain yang memiriskan bagi sebuah helatan akbar seperti Pameran Lukisan dan Dialog Pelukis se-Sumatera (PLDPS) XI.



YUPNICAL SAKETI, SUNGAI KAMBANG

Pasalnya, karya-karya yang terkena ‘dis’ ternyata secara kualitas dan konsep tidaklah bisa dikatakan dibawah standar kurasi yang digunakan para kurator. Hanya karena panitia menetapkan ukuran maksimal karya yang dipamerkan adalah 150x150 cm, maka karya-karya yang rata-rata berukuran 2 meter itu terpaksa harus mengalah dan legowo untuk tidak dipamerkan.

Alasan panitia, adalah karena pertimbangan kapasitas gedung tempat penyelenggaraan pameran yang tidak memadai untuk memamerkan karya dalam ukuran jumbo. Hal itulah yang membuat miris seorang Subarjo, perupa senior dari Lampung yang menyempatkan diri hadir di Sungai Kambang selama helatan pameran berlangsung saat ini.
Kepada Posmetro Jambi dia mengkritisi, apapun alasannya, karya yang bagus dan lolos kurasi harus dan wajib dipamerkan. Sama sekali alasan keterbatasan kapasitas ruang pameran tidak bisa diterima sebagai alibi. Apalagi jika tentang ukuran itu berikutnya malah sudah ditetapkan sebagai item kriteria dalam Juklak atau Juknis oleh panitia. Sungguh hal itu sangat fatal dan telah mengkebiri kemerdekaan kreatif pelukis, dan hak azazi lukisan.

“Sekarang ini, dalam perkembangannya dunia seni lukis tidak bisa dikekang dalam batasan-batasan dikatomi farsial yang sempit seperti masalah ukuran itu. Haridim dari Jakarta pernah datang Lampung ekspo membawa karya berukuran 3x3 meter lebih untuk dipamerkan, sementara space ruang pameran tidak memadai untuk itu. tapi karena tanggung jawab profesi, karya itu memang lolos kurasi dan memang hidup dengan ukurannya yang super jumbo itu, panitia harus mencari akal untuk karya se spesial itu. Maka dicarikan space khusus untuknya,” cerita Subarjo memulai merespon interview.

Sekarang ini, tambahnya, soal ukuran itu adalah persoalan usang yang sudah sangat ketinggalan zaman. Makanya ajang pameran dewasa ini tidak ada lagi yang mencatumkan ukuran minimal-maksimal karya itu. Pasalnya, Pelukis zaman sekarang berpacu dengan ruang dan waktu untuk bisa menyaingi kecanggihan teknologi. Besar atau kecil bukan lagi persoalan.

“Kalau memang secara konseptif dan realisasi fisiknya memang harus seukuran lapangan sepak bola, kenapa harus dipaksa sipelukis membuatnya dalam ukuran 1x1 meter. Dan sebaliknya kalau memang secara konsep penciptaannya memang harus menggunakan mikroskop untuk bisa melihatnya, ya harus begitu ditampilkan di arena pameran. Yang jelas kategori karyanya itu memang masih bisa disebut sebagai karya lukis, dua dimensi, alias karya dinding, sebagaimana konsep pamerannya sendiri,” tambahnya.
Pasalnya di zaman sekarang ini, kirta juga harus menyadari memang ada yang hanaya akan memadai kalau dilukis dalam ukuran besar, dan buruk kalau dibuat dalam bingkai kecil, dan begitu sebaliknya. Toh lihat berapa banyak sinetron yang diubah menjadi filem, itu bukan semata karena aspek bisnis dan profit, tapi memang karena sinetron itu akan sangat bagus hasilnya kalau di putar di ruangan bioskop yang layarnya lebar ketimbang sinetron di teve. Lihat saja film-film hooliwood yang diputar di teve. Sungguh jatuh nilai rasanya.

Panitia tidak bisa berkilah dengan alasan masalah ukuran diluar batas normal atau maksimal. “PLDPS ini sebenarnya pameran apa sih, pameran karya lukisan atau pameran ukuran. Jadi penting yang mana, isi karya atau ukurannya. Kalayu panitia ternyata mendapati ada masalah ukuran seperti ini, semestinya mereka hyarus bisa berpikir lebih kreatif dan solutif lagi, bukannya malah menghindar dengan menggagalkan karya berpameran,”

“Kalau memang ruang pamerannya kira-kira tak memadai, ya cari alternatif lain, apa cari tempat lain pindah tempat kek, atau memang cari tempat khusus untuk karya bersangkutan, atau dibuatkan untuknya replika ruangan di pekarangan luar pameran lalu dipagari dengan pita kuning bertulis police line, itu sah-sah saja kok. Yang penting karya itu tidak boleh tidak dipamerkan karena dia lolos seleksi dan berhak untuk mendapat tempat dan ruang untuk diapresiasi publik. Itu hak azazinya,”
Jadi, lanjutnya, pandangan saya aturan soal ukuran ini harus dihapus untuk penyelenggaraan di tahun-tahun berikutnya. Karena itu sangat tidak relevan lagidi zaman yang sudah secanggih ini. “Ingat, ini pameran karya lukisan atau pameran ukuran?” tegasnya sekali lagi seperti ultimatum.***

text foto: Kurator PLDPS XI; Suwarno Setrotomo (tengah), dan Mirwan Yusuf (kanan) bercengkrama saat menghadiri seremoni pembukaan di TBJ

0 komentar: