Jumat, 10 Oktober 2008

Catatan Jelang PLDPS XI

Catatan Jelang PLDPS XI

Generasi Lukis Jambi adalah Besi Baja, Cuma Belum Ditempa Jadi Apa

17 November mendatang, Pameran Lukisan dan Dialog Pelukis se-Sumatera (PLDPS) yang ke-11, akan kembali segera dihelat di Jambi yang dalam pelaksanaan tahun sebelumnya sudah ditetapkan Jambi sebagai tuan rumah tetap atas even yang sedari awal memang telah digagas dan dirintis para pelukis dan perupa Jambi.

YUPNICAL SAKETI, KARYA MAJU

Menjelang penyelenggaraan helatan yang tinggal menhitung minggu itulah, Posmetro Jambi mengadakan bincang-bincang ringan dengan salah seorang budayawan dan sesepuh senirupa Jambi yang saat ini juga kebetulan juga salah seorang penjabat yang menduduki kursi Kasubdin di Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Provinsi Jambi, Drs Ja’far Rasuh.
Dari bincang-bincang ringan di sela-sela rapat pengurus Asosiasi Tradisi Lisan (ATL) Jambi di Kantor Bahasa pada sore yang basah tersiram renyai gerimis kemarin itulah, terguratkan sebentuk panilaian yang menjadi pesan yang layak diambil faedah dan manfaatnya oleh para pelukis Jambi khususnya pada mereka yang tergolong dalam barisan generasi terkini guna dibawa dalam diri dalam menapak persiapan penyelenggaraan pameran prestesius tersebut.
“Kalau bicara soal potensi, apalagi kalau yang disorot itu adalah mereka yang ada pada generasi masa kini, maka seseungguhnya Jambi itu memiliki SDM yang teramat sangat memadai dan bahkan sangat layak untuk bersaing, bertanding dan bersanding dengan mereka para pelukis ternama dari daerah-daerah lain,” jawab bapak yang memang dikenal sebagai aktivis dan sekaligus birokrat seni budaya Jambi yang fasih dan paham betul memotivasi bahkan memprovokasi semngat para generasi seni muda usia itu dengan gaya orasinya yang khas.
Kalau diibaratkan, imbuhnya, mereka para generasi rupa Jambi ini sudah seperti besi baja, bukan lagi besi biasa. Pasalnya mereka punya semuanya, mereka punya kemampuan skill dan teknik mumpuni, meeka punya banyak media sebagai ruang publikasi, mereka punya banyak link dan institusi pemerintah dan swasta untuk mensponsori.
“Cuma sayangnya, besi baja yang kita miliki ini sama sekali belum ditempa atau tertempa. Jadinya ya, mereka jadi hanya sebatas batangan besi baja yang keras,” ujarnya mengibaratkan.
Bayangkan saja, imbuhnya lagi, tanpa mempunyai satu pun sekolah seni seperti daerah lain, Jambi malah mampu melahirkan generasi seni khususnya generasi lukis terus menerus. “Tapi karena mereka adalah generasi otodidak tadilah, pertumbuhan fisik berupa sumber Daya Manusia (SDM) yang dimiliki ini, tidak mampu dibarengi oleh kemajuan konsep berpikir yang memadai, aktual dan mengikuti perkembangan dunia,” kritiknya.
Kalau diibarakan, mereka para generasi ‘besi baja’ tersebut, masihlah sebatas ‘katak dalam tempurung’. Keterbatasan wawasan dan wacana berpikir, akhirnya berpengaruh betula pada kemampuan berencana, berkelana, dan berswasembada meningkatkan kualita dirinya agar bisa lebih baik lagi.
Memang butuh proses paanjang, strategi jitu dan kesebaran ekstra untuk membina mereka yang otodidak tadi. Seperti mengolah batangan besi baja tadi, sangat keras, susah sekali dibentuk jadi pedang, belati, parang, tombak atau senjata rahasia. Amat berbeda dengan mengolah besi biasa, sekali tempa langsung bisa jadi pisau atau parang bahkan bisa jadi jarum pentul. Tapi besi baja tidak semudah itu.
Menempanya butuh pemahaman dua arah. Jika penempa hanya mengedepankan egonya sendiri tanpa memperhitungkan tekstur dan bahan kimia yang bersenyawa hingga dia berbentuk besi itu. Maka bisa-bisa besi itu akan memelanting sendiri, memercikkan apinya ke mata si penempanya sendiri.
Karenanyalah si penempa pun kudu harus waspada, tidak boleh lengah apa lagi terlena dan terpan atau hanya mengurut dada. Mungkin besi baja itu saat ini belum pada masanya memuaikan diri, makanya dia begitu keras begitu liat. Tunggu dan terus cari momentum tepat untuk menempanya.
Tapi bagi si generasi besi baja-nya sendiri yang dibicrakan sendiri, juga harus bersedia membuka diri, jangan terlalu terutup terhadap kenyataan masa lalu dan dunia luar. Jangan buat benih arogan, bukan dogan, tumbuh berkecambah di dada, karena itu sangat bebahaya. Mentang-mentang diri adalah generasi besi baja, jangan pula mengeras kepala seperti besi baja.
Hayo bekerja sama-sama. Bangun seni budaya Jambi dengan baja yang sempurna. Hingga sempana perbawa mampu angkut karya berbicara di keluasan mata dunia. Begitu kira-kira kesimpulan perbincangan sederhana dengan ditemani segelas kopi panas seduhan security pria dan sebungkus rokok yang dihisap berdua sore itu. Semoga ada guna, semoga.***

0 komentar: