Jumat, 10 Oktober 2008

Bulan Puasa, Muslim Trendi Berkopiah

Bulan Puasa, Muslim Trendi Berkopiah

SEORANG muslim memang sudah selayaknya mempunyai identitas tersendiri, baik dalam kehidupaan keagamaannya maupun dalam kehidupan kesehariannya ketika bergaul dengan khalayak.

Di negeri yang plural maka identitas itu sangatlah penting artinya, tidak semata sebatas gaya atao trend mode. Namun, identitas sejati memang adanya dalam hati dan jiwa masing-masing individu.

Tapi walalupun begitu keberadaan sebuah identitas yang membedakan satu individu atau satu kelompok dengan lainnya teramatlah besar artinya di tengah peri kehidupan sekarang yang semakin majemuk ini.

Bagi seorang muslim tentu saja memiliki identitas gaya secara fisik yang berbeda dengan umat lainnya. Salah satunya adalah gaya atau pola caranya dalam berpakaian. Kopiah atau peci, di negeri Khatulistiwa Indonesia ini memang sudah menjadi ciri identitas masyarakat muslim sedari dulu, bahkan mungkin sedari sebelum masuknya Islam di sini.

Semua pasti mengingat teramat sangat kalau dulu banyak tokoh dan pendekat muslim tanah air yang mencirikan identitas keislamannya dengan kopiah. Sebut saja salah satunya Si Pitung atau seniman Benjamin S. Karena penampilan yang identik dengan kopiah itu pula berikutnya sampai dipakemkan menjadi salah satu ciri budaya Betawi.

Lalu dari Jawa Barat ikon semacam Kabayan pun identik digambarkan selalu dengan Kopiahnya. Begitu pula dengan boneka yang menjadi ikon anak-anak di era 80-an lalu Si Unyil, jika diindentikkan dengan kopiah dan samperan sarung seperti kabayan itu.
Di deretan foto-foto dokumentasi para tokoh dan pahlawan bangsa seperti Sudirman, m yamin, M Room, M Hatta, dan lain sebagainya diektahui sudah beropiah sedari mereka masih usia kanak-kanaknya. Bahkan proklamator Bangsa ini Presiden Soekarno dikenal sebagai salah seorang pemimpin dunia yang identik dengan kopiah itu.

Di sisi lain, masyarakat Melayu bahkan juga sudah mengenal kopiah atau peci ini sedari dulu. Sampai sekarang masyarakatnya masih berkopiah bahkan sampai dijadikan ikon identitas budaya berbusana mereka. Lihat saja di Malaysia, keseharian para pria muslimnya senantiasa ditandai dengan kopiah atau peci di kepala, sementara para muslimahnya berjilbab.
Kehidupan memang sedikit banyak mempengaruhi pola dan gaya hidup masyarakat, termasuk soal identitas kebudayaan berupa kopiah itu. Kini memang sudah teramat jarang di temui ada remaja yang berkopiah di kesehariannya, apalagi sampai menjadi identitas.

Kalau pun ada itupun sifatnya sangat insidentil, semisal hanya sewaktu hendak beribadah atau pergi ke rumah ibadah menghadiri acara keagamaan. Selebihnya, hanya para anak pesantren yang masih terus mencoba bertahan untuk berkopiah dalam setiap kesempatan ini.
Namun belakangan ini, tanda-tanda kembali hidupnya indentitas-identitas kekbudayaan generasi Islam mulai kembali terasa menyala. Tentu saja faktor mode dan gaya menjadi salah satu penyebabnya. Kebanyakan kembali terevitalisasinya identitas kebudayaan generasi islam berkopiah dan bersorban memang tidak terlepas dari apa yang gencar di tampilkan para idola anak muda. Salah satunya seperti apa yang dilakukan band Nidji.

Gaya Giring sang vokalis yang senantiasa bersorban yang dililitkan dileher dengan gaya berikutnya banyak ditiru oleh para fansnya yang disebut para Nidjiholic. Lalu gaya berdakwah Ustad Uje yang fashionable dengan busana yang simpel namun akrab dan fleksibel dengan aktivitas sehari-hari, menarik minat generasi untuk mengikutinya pula. Namun hal itu tentu tidak nisbi bagi sebuah awal. Bahkan mungkin panta disambut gembira
Di bulan puasa seperti saat ini, justeru identitas kebudayaan muslim itu tampak semakin melekat pada diri di hampir setiap generasi. Sehari-hari banyak dijumpai orang-orang berkopiah dan berpeci bahkan bersorban gaya Nidji lalu lalang di sekitar kita.

Para tukang parkir pun berkopiah, para kenek angkot juga. Tidak semata para santri yang dalam bulan puasa ini berkopiah. Masyarakat umum pun tak sungkan demikian. Bahkan saking tidak sungkannya, mereka pun tidak sedikit pula yang tidak segan mengganti helm dengan kopiah saat berkendara di jalanan.
Dandanan baju koko yang simpel ala Udje, di padu kopiah aneka rupa dan warna, plus sarung di sampirkan di pundak, dan bahkan sorban ala Nidji, begitu kental menciri. Jelas sekali terasa telah ada beda antara seorang muslim dengan yang bukan. Bahkan dengan dandanan seperti itu justeru semakin menambah jumawa penampilan anak muda yang dinamis dan penuh spirit kehidupan di dadanya.

Jadi kenapa harus alerga untuk tampil menawan dan jumawa dengan identitas keislaman itu. Alangkah semakin jumawanya generasi muslim kalau kebiasaan positif itu bisa terus berlanjut di hari-hari pasca bulan puasa ini. Kemana-mana pergi senantiasa dengan identitas dan ciri keislamannya. Jadi tidak hanya di bulan puasa kita baru terlihat Islamnya. Semoga.(c@l)

0 komentar: